SERTIFIKASI GURU MATEMATIKA:
ANTARA MUTU KOMPETENSI DAN KESEJAHTERAAN[*]
Oleh Budi Murtiyasa
PENDAHULUAN
Kegiatan belajar mengajar boleh dikatakan setua dengan umur manusia di bumi. Sejak ada manusia, sejak itulah kegiatan belajar dan mengajar di mulai. Seiring dengan perjalanan waktu, dalam lingkup pendidikan formal atau non formal, peran sentral kegiatan belajar mengajar bertumpu pada guru. Pada perkembangan selanjutnya, guru telah menjadi satu profesi yang mensyaratkan kualifikasi tertentu. Di beberapa negara maju, guru telah menjadi profesi yang baik. Misalnya, di Amerika Serikat profesi guru menduduki ranking 4 dari 10 profesi terbaik di sana (Farr, 2008)
Pemerintah Indonesia beberapa tahun terakhir ini mulai menunjukkan perhatian yang lebih baik dengan memberikan anggaran pendidikan yang lebih banyak dari pada tahun-tahun sebelumnya. Secara politik, Undang-undang telah mengamanatkan untuk menaikkan anggaran pendidikan sampai 20% dari APBN, walaupun sampai saat ini jumlah tersebut belum dapat direalisasikan oleh Pemerintah. Keputusan politik lain untuk meningkatkan mutu guru, Pemerintah dan DPR telah membentuk UU Guru dan Dosen (UUGD) pada tahun 2005.
Salah satu point penting pada UUGD tersebut adalah adanya sertifikasi guru dan dosen sebagai upaya untuk meningkatkan mutu guru dan dosen sebagai upaya menuju pendidikan yang bermutu. Civil effect dari program sertifikasi adalah diberikannya tunjangan profesi bagi guru dan dosen yang telah bersertifikat.
Pelaksanaan sertifikasi bagi guru telah dimulai pada tahun 2007, sedangkan bagi dosen pelaksanaan sertifikasi baru akan dimulai pada tahun 2008 ini. Permasalahannya sekarang dapatkah program sertifikasi guru ini meningkatkan mutu guru ?, meningkatkan kompetensi guru ?, atau mungkin sekedar sarana untuk meningkatkan kesejahteraan melalui pemberian tunjangan profesi ?
SERTIFIKASI PROFESI GURU
Lahirnya UUGD tahun 2005 merupakan kebijakan untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi guru melalui keharusan guru memiliki kualifikasi Strata 1 (S1) atau Diploma 4 (D4), dan memiliki sertifikat profesi. Berdasarkan kepemilikan sertifikat profesi, guru berhak mendapatkan tunjangan profesi sebesar 1 (satu) bulan gaji pokok. Kebijakan dalam UUGD pada intinya untuk meningkatkan mutu dan kompetensi guru seiring dengan peningkatkan kesejahteraan.
Dalam UUGD disebutkan juga bahwa:
- Pendidik wajib memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik sebagai agen pembelajaran.
- Kompetensi profesi pendidik meliputi kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
Kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi kepribadian adalah kepribadian pendidik yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat. Kompetensi professional adalah kemampuan pendidik dalam penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memperoleh kompetensi yang ditetapkan.
Pelaksanaan sertifikasi pendidik atau guru dalam jabatan dilaksanakan dalam bentuk penilaian portofolio. Penilaian portofolio merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru dalam bentuk kumpulan dokumen yang mendeskripsikan: kualifikasi akademik, pendidikan dan pelatihan, pengalaman mengajar, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, penilaian dari atasan dan pengawas, prestasi akademik, karya pengembangan profesi, keikutsertaan dalam forum ilmiah, pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan social, dan penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan.
Guru yang memenuhi penilaian portofolio dinyatakan lulus dan mendapat sertifikat pendidik. Sedangkan guru yang tidak lulus penilaian portofolio dapat:
- melakukan kegiatan-kegiatan untuk melengkapi portofolio agar mencapai nilai lulus, atau
- mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru yang diakhiri dengan evaluasi/penilaian sesuai persyaratan yang ditentukan oleh perguruan tinggi penyelenggara sertifikasi.
KOMPETENSI GURU MATEMATIKA
Keempat kompetensi yang dituntut dalam setifikasi guru, yaitu kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi professional, secara bersama-sama memang harus dimiliki seorang guru guna mendukung tugas profesinya. Tetapi pada bahasan ini akan difokuskan pada kompetensi paedagogik dan professional guru. Kedua kompetensi yang disebut terakhir ini secara langsung berhubungan dengan praktek pembelajaran di kelas, yang menunjukkan kemampuan guru dalam membantu para siswanya memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap mata pelajaran yang disampaikan.
Kompetensi paedagogik merupakan kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Secara substantif kompetensi ini mencakup kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Sedangkan kompetensi professional merupakan kemampuan yang berkenaan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang mencakup penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum tersebut, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru. Secara rinci masing-masing elemen kompetensi tersebut memiliki subkompetensi dan indikator, yaitu : (1) menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi. Subkompetensi ini memiliki indikator : (i) memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (ii) memahami struktur, konsep dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan materi ajar; (iii) memahami hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; dan (iv) menerapkan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. (2) menguasai langkah-langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan / materi bidang studi.
Kompetensi paedagogik secara umum menuntut guru mampu mengelola pembelajaran bidang studi yang diampu. Pendekatan pembelajaran matematika yang tepat dapat mendorong para siswa mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang matematika sehingga dapat sukses dalam belajar matematika. Oleh karena itu, para guru matematika dalam pembelajarannya hendaknya memperhatikan aspek-aspek : (1) modeling mathematical thinking, (2) solving problems, (3) developing analytic ability and logic, (4) experiencing mathematics in depth, (5) appreciating the beauty and fascination of mathematics, (6) building confidence, (7) developing abstraction, (8) building contextually and interconnections, (9) communicating, dan (10) becoming fluent in mathematics.
Aspek-aspek tersebut tentu saja saling terkait satu sama lain. Misalnya, pengembangan abstraksi dimaksudkan bahwa pembelajaran matematika dapat dikembangkan dari situasi tertentu serta mengenali ide-ide matematika yang ada pada situasi tersebut. Termasuk dalam kemampuan abstraksi ini adalah kemampuan untuk membawa persoalan-persoalan yang ada ke dalam model-model matematika. Di samping itu, kemampuan tentang problem solving, demontrasi, dan juga menunjukkan (mencari) bukti-bukti juga termasuk dalam kawasan abstraksi. Pembelajaran matematika akan mampu memenuhi aspek-aspek tersebut jika pembelajaran matematika mengarah pada kegiatan-kegiatan problem solving atau pemecahan masalah. Para guru matematika harus dapat mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang bagus selama proses belajar mengajar, sebagai bagian dari pengembangan materi pelajaran matematika, yang dapat merangsang siswa untuk berpikir dan berlatih memecahkan masalah. Pada hakekatnya matematika adalah metode berpikir, metode untuk memecahkan masalah. Oleh karena itu, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru kepada para siswanya (yang juga bagian dari assessment) hendaknya bersifat terbuka dan mengarah ke investigasi serta pertanyaan itu harus bersifat divergen. Pertanyaan tidak simple, lebih dari satu jawaban yang bisa diterima, dan merangsang siswa untuk belajar dengan kerjasama.
Aspek-aspek dalam pembelajaran matematika tersebut di atas sangat diperlukan untuk mencapai kecakapan atau kemahiran yang diharapkan dapat diperoleh dalam belajar matematika sebagaimana dituntut dalam kurikulum 2004, yaitu: (1) belajar untuk berkomunikasi (mathematical communication); (2) belajar untuk bernalar (mathematical reasoning); (3) belajar untuk memecahkan masalah (mathematical problem solving); (4) belajar untuk mengaitkan ide (mathematical connections); dan (5) pembentukan sifat positif terhadap matematika (positive attitudes towards mathematics). Kelima hal tersebut dikenal dengan daya matematika (mathematical power).
Seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), para guru matematika juga diharapkan mampu memanfaatkan TIK untuk mengelola dan meningkatkan kualitas pembelajarannya (Murtiyasa, 2006). Di samping itu, UNESCO juga telah menetapkan standar bagi guru untuk dapat menggunakan TIK bagi keperluan pembelajarannya. Oleh karena itu, TIK bagi guru adalah alat untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan relevansi. Dalam konteks ini TIK dapat dimanfaatkan sebagai media pembelajaran, pengembangan profesional guru, dan pengembangan sistem pengelolaan belajar dan sumber belajar (Brojonegoro, 2006).
Di sisi lain, supaya guru matematika dapat mengelola pembelajaran yang baik, para guru matematika juga harus menguasai materi bidang studi sebagaimana dituntut kurikulum. Penguasaan materi ini akan mencerminkan kompetensi professional guru matematika. Memperhatikan kurikulum matematika sekolah, guru matematika dituntut menguasai konsep / materi matematika di antaranya tentang : (1) variabel, persamaan, dan pernyataan-pernyataan aljabar, (2) bentuk-bentuk fungsi dan grafiknya, (3) geometri, (4) probabilitas, (5) statistik dan analisis data, (6) barisan dan deret, (7) teori bilangan, (8) matriks dan verktor, (9) irisan kerucut, (10) kalkulus, (11) matematika diskrit, (12) geometri non-euclid, dan (13) argumentasi dan bukti.
Supaya mendapatkan penguasaan materi yang baik, beberapa materi yang disampaikan tersebut masih memerlukan prasyarat. Misalnya, sebagaimana direkomendasikan oleh the Mathematical Association of America (MAA) dan the National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), dalam penguasaan kalkulus disyaratkan menguasai materi tentang aljabar, geometri, trigonometri, geometri analitik (http://www.universityofcalifornia.edu/). Secara umum, supaya dapat menguasai materi matematika dengan baik, seorang guru matematika hendaknya memiliki beberapa ”ketrampilan dasar” matematika, di antaranya (1) menguasai aritmatika, bilangan bertanda, pecahan, dan prosen, (2) menyederhanakan bentuk-bentuk aljabar, (3) menggunakan sifat distributif pada binomial/polinomial, (4) pemfaktoran bentuk-bentuk aljabar, (5) menyelesaikan sistem persamaan linear, (6) menyelesaikan persamaan kuadrat, (7) menggunakan hukum-hukum eksponen, (8) menggambar titik, garis, dan grafik fungsi, (9) menghitung luas daerah, dan sebagainya.
WAHANA PENINGKATAN MUTU DAN KOMPETENSI
Suatu profesi tentu menuntut mutu dan kompetensi. Demikian juga profesi guru, yang memegang peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan. Di Amerika Serikat misalnya, untuk menjadi guru mensyaratkan harus berkualifikasi S1, S2 atau bahkan S3. Di samping itu, guru harus dapat menyiapkan materi pelajaran, rencana pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, memberikan tugas-tugas, mengevaluasi dan memonitor siswa. Guru juga harus familiar dengan berbagai konsep dan prosedur yang berhubungan dengan bidang studinya. Pada akhirnya guru juga perlu di sertifikasi (http://money.cnn.com/). Di tingkat negara bagian Amerika Serikat terdapat badan independen yang disebut The American Association of Colleges for Teacher Education (AACTE). Badan indepeden ini yang melaksanakan sertifikasi dan berwenang menilai serta menentukan apakah ijazah yang dimiliki oleh calon pendidik layak atau tidak layak untuk diberikan lisensi pendidik.
Mengamati prosedur sertifikasi guru yang ada di Indonesia, beberapa hal perlu dikaji secara mendalam untuk memberikan jaminan bahwa sertifikasi akan dapat meningkatkan mutu dan kompetensi guru. Berdasarkan prosedur pelaksanaan sertifikasi, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi apakah sertifikasi mampu meningkatkan mutu dan kompetensi guru. Beberapa faktor tersebut dapat disebutkan di antaranya adalah manusia, lembaga, dan instrumen sertifikasi.
Faktor pertama, manusia, yang meliputi guru, atasan guru (kepala sekolah), dan sertifikator, sangat berperan penting dalam sertifikasi. Pertama, kepada guru dituntut ada kesadaran penuh bahwa sertifikasi merupakan sarana atau instrumen untuk mencapai suatu tujuan, bukan tujuan itu sendiri. Kesadaran dan pemahaman ini akan melahirkan aktivitas yang benar, bahwa yang dilakukan adalah untuk mencapai mutu dan mendukung peningkatan kompetensi. Kalau seorang guru kembali masuk kampus untuk kualifikasi, maka belajar kembali ini untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan dan ketrampilan, sehingga mendapatkan ijazah S-1. Ijazah tersebut bukan tujuan yang harus dicapai dengan segala cara, termasuk cara yang tidak benar melainkan konsekuensi dari telah belajar dan telah mendapatkan tambahan ilmu dan ketrampilan baru (Djalal, 2008). Demikian halnya harus muncul kesadaran bahwa tunjangan profesi (kesejahteraan) yang akan diterima hanyalah sebagai akibat logis dari dimilikinya kompetensi sebagai guru. Kedua, kepada guru, atasan guru, dan sertifikator dituntut kejujuran. Guru hanya melaporkan melalui portofolio hal-hal yang memang sesuai dengan kondisi guru yang sesuai dengan keempat kompetensi. Kepala sekolah, selaku atasan guru, hanya mengesahkan bukti-bukti fisik dari portofolio yang memang merupakan hasil aktivitas guru. Sedangkan sertifikator dituntut melakukan penilaian portofolio dengan benar sesuai pedoman yang berlaku.
Faktor kedua, lembaga penyelenggara sertifikasi dituntut bekerja sesuai aturan main yang ada. Lembaga penyelenggara harus dapat mencegah usaha-usaha berbagai fihak yang mau melakukan penyimpangan sertifikasi, misalnya usaha guru untuk mendapatkan sertifikat profesi dengan jalan pintas. Penyimpangan yang muncul dan harus diwaspadai adalah pelaksanaan sertifikasi yang tidak benar. Oleh karenanya, begitu ada gejala penyimpangan, pemerintah harus segera mengambil tindakan tegas. Seperti mencabut hak melaksanakan sertifikasi dari lembaga yang dimaksud, atau menetapkan seseorang tidak boleh menjadi penguji sertifikasi, atau mencabut sertifikat bagi guru yang terbukti melakukan penyimpangan dalam sertifikasi.
Faktor ketiga, instrumen sertifikasi yang menilai melalui portofolio dengan jalan melaporkan pengalaman guru selama bekerja. Hal ini menunjukkan bahwa kejujuran guru sangat diperlukan. Dengan model instrumen semacam ini yang sudah pasti terungkap adalah mutu atau kualifikasi guru, khususnya kualifikasi dalam pendidikan. Dengan sertifikasi jelas bahwa kualifikasi guru dituntut sarjana atau berijazah S-1. Tetapi di sisi kompetensi masih perlu dipertanyakan, khususnya kompetensi paedogogik dan kompetensi profesional.
Dalam batas-batas tertentu dimungkinkan instrumen yang ada sekarang mampu mengetahui kompetensi guru. Misalnya guru matematika yang dapat menyusun buku pelajaran matematika yang beredar dan dipakai secara nasional, hal ini dapat mencerminkan kompetensi profesional dari guru tersebut. Tetapi dalam banyak kasus sangat sulit untuk mengetahui kompetensi dengan hanya melalui portofolio. Oleh karena itu, prosedur pelaksanaan sertifikasi perlu perbaikan-perbaikan. Keempat kompetensi guru tersebut tentu akan lebih terukur jika dilakukan uji kompetensi, baik melalui ujian tulis, lisan, maupun praktek. Tentu saja supaya fair, sebelum diadakan uji kompetensi perlu para guru yang akan disertifikasi diberikan program pendidikan atau pelatihan dalam jangka waktu tertentu. Dengan cara ini para guru akan mendapatkan ilmu-ilmu baru, baik dalam bidang paedagogik maupun bidang studinya.
Sebagai contoh para guru matematika yang lulus tahun 1980-an, secara teori dengan masa kerja yang banyak akan mendapatkan kesempatan lebih dulu untuk disertifikasi. Dalam kurun waktu sekitar 20 tahun, tentu banyak ilmu pengetahun dan teknologi baru yang tidak mereka kuasai. Dengan program pendidikan dan latihan terlebih dahulu, para guru dapat diberi bekal ilmu-ilmu baru, seperti misalnya matematika komputasi, teknologi informasi dan komunikasi (TIK), pemanfaatan TIK dalam pembelajaran, dan sebagainya. Kemudian setelah mengikuti program pendidikan dan latihan para guru dapat diuji secara tertulis, lisan, maupun praktek pembelajaran secara langsung. Dengan prosedur semacam ini, sertifikasi diharapkan dapat meningkatkan kompetensi guru.
Langkah berikutnya yang perlu dipertimbangkan adalah pembatasan usia sertifikat profesi guru. Bagi guru yang dinyatakan lulus uji sertifikasi dan selanjutnya diberi sertifikat, perlu dibatasi masa berlakunya, misalnya 3 tahun atau 5 tahun. Sebab dalam kurun waktu tersebut banyak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi baru. Dengan kewajiban memperbaharui sertifikat profesi, para guru akan selalu menjaga kompetensinya dengan mengikuti berbagai kegiatan yang sesuai untuk meningkatkan kompetensi yang dimilikinya.
Untuk meningkatkan akuntabilitas dan independensi, pelaksanaan sertifikasi seyogyanya melibatkan organisasi profesi. Sebab, sebagai profesi tentu profesi guru juga terikat oleh kode etik profesi yang dibuat oleh organisasi profesinya. Di sisi lain, suatu organisasi profesi yang baik tentu harus dapat mengatur dan membina anggotanya. Dengan cara ini di samping menciptakan kolaborasi antara lembaga penyelenggara dengan organisasi profesi dalam sertifikasi, juga ada upaya pembinaan terhadap organisasi profesi itu sendiri. Jadi untuk mensertifikasi guru-guru matematika, sudah sewajarnya organisasi profesi seperti Himpunan Matematika Indonesia (Indonesian Mathematical Society – IndoMS) atau Asosiasi Guru Matematika (AGM) dapat dilibatkan, baik dalam penyusunan instrumen, pendidikan dan latihan, maupun uji kompetensi.
PENUTUP
Guru sebagai profesi menuntut kualifikasi dan kompetensi tertentu. Oleh karena itu, sertifikasi merupakan sarana untuk mengetahui mutu dan kompetensi guru. Prosedur pelaksanaan sertifikasi yang ada sekarang memerlukan kejujuran dan komitmen yang tinggi dara semua pihak terkait. Sertifikasi mampu mengetahui kualifikasi guru. Dalam batas-batas tertentu, sertifikasi juga mampu mengetahui kompetensi guru. Tetapi dalam banyak hal, instrumen sertifikasi yang ada sekarang tidak mampu meningkatkan kompetensi guru, khususnya kompetensi paedagogik dan kompetensi profesional.
Pelaksanaan sertifikasi pada masa yang akan datang perlu adanya perbaikan-perbaikan. Sejalan dengan upaya meningkatkan mutu pendidikan, perbaikan dimaksud di antaranya adalah adanya tindakan langsung suatu program untuk memberikan atau meningkatkan kompetensi dari guru. Misalnya, sebelum ada sertifikasi sebaiknya guru dibekali dengan ilmu yang mendukung kompetensi guru. Sesudah itu, ada uji kompetensi, baik secara lisan, tertulis, atau pun praktek. Prosedur lain yang juga perlu ditambahkan adalah pembatasan/perpanjangan masa berlaku sertifikat profesi, serta melibatkan organisasi profesi dalam pelaksanaan sertifikasi. Dengan cara ini para guru akan senantiasa menjaga dan meningkatkan kompetensinya. Dengan demikian, upaya meningkatkan mutu dan kompetensi guru, yang harapannya bermuara pada upaya peningkatan mutu pendidikan dapat terealisasi, dan sebagai civil efect -nya para dapat meningkat kesejahteraannya.
REFERENSI
Brodjonegoro, S.S., 2006, “Application of Regional Standards and Training Curriculum in the Context of Indonesia” paper in Training Programme for Teacher Educators on ICT – Pedagogy Integration”, organized by UNESCO in Collaboration with APEID, SEAMO, SEAMOLEC, Jakarta, 6 – 10 March.
Djalal, F., 2008, Sertifikasi Guru untuk Mewujudkan pendidikan yang Bermutu ?, online : htttp://www.sertifikasiguru.org, tanggal 3 Januari 2008.
Farr, M., 2008, Best Jobs for the 21st Century, online : http://community.elearners.com/, 23 Februari 2008.
Kurikulum 2004 Standard Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMA/MA, Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
Murtiyassa, B., 2006, ”Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika” dalam Pidato Pengukuhan Guru Besar Pendidikan Matematika tanggal 19 September, Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Undang-undang Republik Indonesia, No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional.
http://www.universityofcalifornia.edu/, 23 Februari 2008.
http://money.cnn.com/ , 23 Februari 2008
[*] Makalah disampaikan pada Olympiade & Seminar Matematika 2008 tanggal 11 Maret 2008 di Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar